JAKARTA'S EVENTS

Cahaya dari Rawinala

post-img

PATADaily.id - Jakarta - Adharta Ongkosaputra, Ketua Umum KRIS (Kill Covid-19 Relief International Services) menutup rangkaian merayakan HUT ke-67 pada 1 Juni lalu bersama anak-anak Yayasan Dwituna Rawinala, Selasa 10 Juni 2025.

Adharta menjelaskan bahwa melihat cahaya dari kegelapan bersama Yayasan Dwituna Rawanala. "Ini menjadi rangkaian peringatan hari ulang tahun Adharta yang ke-67 pada 1 Juni 2025 ditutup dengan peringatan bersama Yayasan Dwituna Rawinala".

"Kehidupan memang harus melalui proses seperti cita cita KRIS secara holistik ingin menggapai semua manusia agar mencapai nilai kehidupannya yang menuju sempurna. Tapi apa daya kadang harus menghadapi kendala cacat. Apa yang terjadi kalau ada keluarga kita yang mengalami cacat apalagi ganda, multiple disability," tuturnya dalam keterangan resmi, Rabu (11/6/2025).

Menurutnya, Yayasan Dwituna Rawinala mengambil perasn tersebut. Di bawah perlindungan kepak sayap para malaikat yang bekerja siang malam berjuang menolong para penderita cacat tuna netra. Pada kkesempatan ini Adharta yang juga calon ketua no 1 IKAPRAMA menyampaikan ucapan terima kasih kepada Yayasan Dwituna Rawinala yang ikut merayakan HUT ke-67.

"Saya mengajak semua hadirin berdiri dan menutup mata selama 10 detik. Lalu buka mata. Saya bertanya apa yang dilihat saat kita tutup mata. Semua menjawab gelap. Lalu apa yang dilihat setelah buka mata. Jawabannya terang," paparnya.

"Benar sekali itu buat Anda. Tapi buat seorang tuna netra atau buta berlapis, Maka saat mereka membuka mata, yang dilihat tetap gelap. Saya mengatakan itulah artinya Rawinala, Melihat dari kegelapan".

Adharta menjelaskan, Dwituna Rawinala sebuah yayasan dengan dedikasi tanpa batas untuk mereka yang terlupakan. Di sudut Jakarta Timur, di sebuah jalan yang tenang bernama Inerbang, berdirilah sebuah tempat penuh harapan yang bernama Rawinala dalam bahasa Jawa Kuno berarti "cahaya batin". 

"Bukan sekadar nama, Rawinala sungguh menjadi pelita bagi mereka yang hidup dalam dunia gelap dan sunyi. Anak-anak dengan disabilitas ganda dan gangguan penglihatan. (MDVI – Multiple Disability and Visual Impairment)," urainya.

Didirikan pada 1973 silam oleh sekelompok kecil orang yang peduli, termasuk kalangan Gereja dan pendidik dari Belanda dan Indonesia, Rawinala hadir sebagai pelopor. Di saat negara belum sepenuhnya memberi perhatian bagi anak-anak tunagrahita dan tunanetra majemuk, Rawinala melangkah maju dengan cinta, keyakinan, dan kerja keras.

Di balik pintu-pintu ruang kelasnya, bukan hanya pelajaran yang diajarkan. Di sanalah anak-anak belajar hal yang mungkin tampak sederhana bagi kita, seperti mengenali rasa makanan, menyisir rambut sendiri, memeluk tanpa takut, atau sekadar tersenyum ketika mendengar suara sahabat. Itulah pendidikan sejati di Rawinala: 

"To live,  to love, to play, to work," ujarnya. Guru-guru di Rawinala bukan sekadar pengajar. Mereka adalah teman, orang tua, bahkan terkadang malaikat penjaga. Dalam diam, mereka melatih tangan-tangan kecil mengenali bentuk dengan sentuhan. Dalam sabar, mereka menanti reaksi dari murid yang baru belajar membedakan suara ayah dan suara angin.

Di masa pandemi, guru Rawinala bahkan menyambangi rumah-rumah murid untuk memastikan proses belajar tak terputus meski tanpa fasilitas, tanpa sorotan kamera. Rawinala bukan tempat yang mencari gemerlap. 

Tapi setiap hari di sana, ada cahaya yang menyala. Ya, cahaya yang tak kasat mata, namun sungguh terang. Karena setiap senyum anak, setiap nada yang mereka mainkan dengan keyboard kecil, setiap langkah pertama yang mereka capai dengan bantuan tongkat dan pelatihan, adalah keajaiban.

Kini, Rawinala tak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga tempat tinggal dan harapan. Ada Sheltered Workshop untuk melatih mereka bekerja, asrama untuk mereka yang tak punya keluarga, serta program rehabilitasi berbasis komunitas agar setiap orang, di manapun, punya kesempatan untuk mandiri.

"Dalam memperingati 67 tahun perjalanan Adharta, kita memilih menyalakan cahaya bersama Rawinala. Karena dalam usia yang semakin matang, kita sadar yang paling bernilai bukanlah kemewahan, tetapi makna," ungkapnya.

Dan Rawinala memberi kita makna tentang kasih, tentang ketulusan, dan tentang keberanian mencintai mereka yang kerap dilupakan dunia.

"Adharta, we all love you kata Louis penyandang Multible Disability yang selesai membawakan sebuah lagu dengan judul 'Semua karena Cinta'. (Thanks to Louis). Dan Louis meneruskan, "Selamat ulang tahun Adharta ke-67," tuturnya.

Adharta pun mengajak mari terus menyalakan cahaya di sudut-sudut yang gelap, seperti Rawinala telah melakukannya selama lebih dari lima dekade. "I love you Rawinala. Semoga tulisan saya ini menjadi bola salju yang gelinding merangkul sahabat semua agar semua orang mengenal Rawinala," tukasnya.

"Saya juga mencoret angka 707. Yang memiliki arti yang sangat dalam Saat saya bekerja untuk UNHCR, yakni 7 Menolong, 0 Orang yang membutuhkan, 7 pertolongan (One refugee is too much). Menolong orang yang membutuhkan dengan pertolongan kita," sebutnya.

Salam dalam Cahaya. 

Adharta

ww.kris.or.id
www.adharta.com (Gabriel Bobby)

Artikel Lainnya

Banner of PATA - Left Side
Banner of PATA - Right Side