PATADaily.id Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekaraf) Angela Tanoesoedibjo memaparkan 5 tantangan pariwisata di era kemajuan teknologi digital.
Terlebih saat ini pariwisata menjadi sektor unggulan untuk mendatangkan devisa ke Tanah Air.
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf) Angela Tanoesoedibjo saat menjadi pembicara di seminar sekaligus peluncuran Kampus Institut Bisnis dan Informatika Kesatuan (IBIK) dengan tema "Revolusi 4.0 Tantangan dan Peluang Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Era Industri Digital" di Kota Bogor, Kamis (12/12/2019), mengatakan, Presiden Joko Widodo telah menjadikan pariwisata sebagai sekor unggulan dan juga mengarahkan agar seluruh kementerian mendukung sektor pariwisata ini.
“Karena seperti yang kita ketahui, untuk membangun destinasi pariwisata dibutuhkan kolaborasi lintas kementrian/lembaga termasuk pemerintah daerah, contohnya, PUPR untuk akses jalan, Kemenhub untuk aksesibilitas, BKPM untuk investasi, dan sebagainya,” katanya dalam siaran pers yang diterima patadaily.id belum lama ini.
Angela juga menjelaskan, potensi jumlah wisatawan asing jumlahnya masih bisa ditingkatkan ke depannya. Namun, satu hal yang harus menjadi perhatian bersama, yaitu tidak hanya terpaku dengan jumlah wisatawan. Namun dari total devisa yang dihasilkan.
“Artinya, kita harus memperhatikan, pengeluaran wisatawan asing sekali datang, cara berhitungnya, dari pengeluaran perharinya, dan jumlah lama hari di sini atau length of stay. Yang harus diusahakan kita bersama adalah dengan 1 wisatawan asing yang sama, bagaimana dia bisa spend lebih besar perhari,” ujarnya.
Angela merumuskan langkah-langkah konkrit yang dapat dikerjakan bersama untuk menggali potensi pariwisata di Indonesia. Pertama, kata Wamen Angela, mendukung pengembangan akses, amenitas, dan atraksi destinasi wisata baru, atau yang sering disebut sebagai 10 Bali baru dan seluruh ekosistemnya.
Karena dengan pengembangan ini, opsi produk wisata semakin banyak sehingga bisa menargetkan semakin banyak wisatawan, dan kapasitas untuk bisa menerima lebih banyak lagi wisatawan akan meningkat.
“Selain itu, pengembangan ini akan menciptakan lapangan pekerjaan baru, dan meningkatkan ekonomi di berbagai daerah,” ujarnya.
Kedua peningkatan kualitas SDM selain melalui jalur formal, namun juga bisa dengan vocational training (reskilling/ upskilling) yang bersertifikat internasional dan diakui oleh industri.
“Namun tidak hanya kita meningkatkan kemampuan SDM dalam bidang teknologi, perkembangan digital ini bisa dimanfaatkan sebagai platform untuk training online,” ujarnya.
Ketiga, mendukung inisiatif sustainable development tourism atau pengembangan pariwisata berkelanjutan. Dalam hal ini, kata dia, ada banyak elemen di antaranya wish management, pengembangan energi, juga water management, inklusif terhadap komunitas kesetaraan gender, isu keamanan, dan banyak hal lainnya.
"Ini penting bagi kita, karena tanggung jawab bersama untuk melestarikan alam, budaya, aset kita agar bisa diwariskan ke generasi berikutnya. Selain itu, tren ke depan sustainable tourism salah satu alasan wisatawan berkunjung. Menurut sustainable travel report di 2018, 87 persen itu ingin sekali traveling sustainable. Walaupun kenyataan masih kurang 50% tapi keinginan itu ada. Di era digital ini , wisatawan dengan mudah mencari informasi tentang travel sustainable," jelasnya.
Keempat, lanjut Angela berkaitan dengan citra promosi digital, salah satunya mikro targeting tepat sasaran. Ia mencontohkan, jika calon wisatawan menyukai aktivitas selam, promosinya harus tepat untuk para pencinta selam bukan hiking, begitu pula sebaliknya, dan ini bisa dilakukan melalui digital.
“Promosi yang tepat itu menggunakan 5 hal seperti platform yang tepat, target yang tepat, waktu yang tepat, frekuensi yang tepat dan message atau konten yang tepat. Khusus yang terakhir ini, ke depannya, dengan era digital, konten harus lebih personal, lebih menitikberatkan kepada pengalaman dan diiringi dengan call to action,” ujarnya.
Solusi kelima yakni mendukung kolaborasi antara pariwisata dan ekonomi kreatif yang harus saling mendukung. Jika melihat destinasi yang sudah matang di Eropa, ekonomi kreatif lebih sering menjadi poin utama.
"Ini perlu ditingkatkan. Di Bali sudah terjadi. Seperti wedding itu semua di dalamnya ada unsur ekonomi kreatif. Teknologi harus mendorong proses berbisnis, lalu ada satu aplikasi layanan fotografi, yang bisa menyediakan fotografer lokal dengan standar yang terjamin dan bisa di akses degan mudah, bayarnya juga online, jadi kalau mau foto-foto bisa menggunakan jasa fotografer setempat,” katanya. (Gabriel Bobby)