PATADaily.id - Danau Toba - Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar), Ni Luh Puspa, mengapresiasi Desa Wisata Hariara Pohan, Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara, yang telah menerapkan pengelolaan sampah berbasis 3R (reduce, reuse, recycle) sejak Agustus 2024 lalu, sebagai wujud nyata dalam menghadirkan pariwisata berkualitas dan berkelanjutan.
Wamenpar Ni Luh Puspa usai meninjau Desa Wisata Hariara Pohan, Minggu (4/5/2025), mengatakan pengelolaan sampah di destinasi wisata merupakan fondasi utama dalam menghadirkan destinasi yang nyaman dan lestari. Pengelolaan sampah yang terorganisir akan membawa pengaruh baik bagi keberlanjutan dan citra pariwisata Indonesia secara global.
"Sebagai destinasi nasional dan global, Danau Toba dapat menjadi teladan bagi desa-desa lainnya. Karena tidak hanya menjaga keberlanjutan lingkungan, namun juga bermanfaat bagi masyarakat khususnya sektor pariwisata dan pertanian," kata Ni Luh Puspa.
Berdasarkan data yang dilaporkan Bupati Samosir, sepanjang tahun 2024, lebih dari 1,2 juta wisatawan datang ke daerah ini. Jumlah tersebut sudah melampaui target tahun 2024 yakni 600 ribu pengunjung.
Melihat data tersebut, pengelolaan sampah menjadi krusial untuk diatasi agar sektor pariwisata dapat terus berkembang dan berdaya bersama dengan masyarakat.
Menurut keterangan salah satu pengelola Desa Wisata Hariara Pohan sekaligus Ketua TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle) Muhammad Yusuf Sihotang, sejak Desa Hariara Pohan mengikuti program Anugerah Desa Wisata tahun (ADWI) 2023 silam yang diinisiasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, masyarakat perlahan mulai menyadari betapa pentingnya pengelolaan sampah dengan baik dan benar.
"Pariwisata memberikan pendapatan terbanyak kepada masyarakat di desa ini. Sebelumnya, sampah dari Bukit Holbung sudah seperti air mancur. Dari atas itu turun ke bawah bukit. Karena ikut serta dalam ajang ADWI 2023, kami perlahan termotivasi untuk membersihkan sampah-sampah itu," ujar Yusuf.
Terlebih sejumlah mitra strategis turut terlibat mendukung Desa Wisata Hariara Pohan untuk mengembangkan potensi desa. Untuk program pelatihan, pendampingan dan penyediaan infrastruktur, desa tersebut didukung oleh salah satu mitra dari sektor swasta yakni PT Astra.
Kemudian mitra yang lain yakni GoTo Foundation, turut mendukung Desa Hariara Pohan menginisiasi gerakan aksata pangan dan roda hijau untuk mengembangkan mesin pengolah sampah phirolisis sehingga masyarakat bisa mengolah sampah plastik dan menghasilkan pangan lokal melalui "Sopo Pangan".
Sopo Pangan merupakan kegiatan untuk mengolah pangan yang berpotensi terbuang menjadi produk bernilai ekonomi, sehingga pendapatan masyarakat meningkat sekaligus mengurangi potensi food loss. Komoditas pangan yang diolah berasal dari labu, ubi, cokelat, jagung, hingga kemiri. Hasil produk olahannya berupa bolu yang dipasarkan melalui marketplace daring juga dijual secara langsung di destinasi.
Kolaborasi yang baik itu berhasil mengantarkan Desa Wisata Hariara Pohan meraih Juara 2 ADWI tahun 2023 Kategori Homestay.
Pada kesempatan kunjungan kerja Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa seperti Natonggi, Nanisorbukan, dan Tipa-tipa, masyarakat desa menyuguhkan bolu dan makanan khas Hariara Pohan yang lain.
Sementara TPS3R, dijelaskan Yusuf, menerima sampah plastik yang berasal dari Desa Wisata Hariara Pohan dan desa tetangga lainnya. Sampah yang diterima diolah menjadi salah satu bahan bernilai ekonomis tinggi, yakni bahan bakar minyak (BBM) berupa solar yang dapat digunakan untuk menghidupkan mesin diesel. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga dan mengurangi tercemarnya destinasi dengan sampah plastik.
Yusuf menjelaskan, mulanya sampah plastik dikumpulkan dari sejumlah desa, kemudian sampah tersebut dipilah sesuai dengan jenis plastiknya, setelah itu dicacah menggunakan mesin pencacah untuk memudahkan proses pengolahan sampah melalui tabung reaktor.
"Dicacah dihancurkan sampai berukuran kecil. Kemudian diproses di tabung reaktor yang bisa muat kapasitas sebanyak 20 kilogram," kata Yusuf.
Hingga kini, Desa Wisata Hariara Pohan sudah mandiri dalam memproses sampah plastiknya. Yusuf mencatat hingga kini desanya sudah mengelola sampah hampir 7.000 kg dengan jumlah solar yang sudah dihasilkan mencapai lebih dari 200 liter. Hasil solar ini dirasakan secara langsung manfaatnya oleh masyarakat utamanya kelompok tani.
Jumlah solar yang dihasilkan juga tergantung dengan jenis plastiknya. Biasanya untuk jenis plastik minuman gelasan dengan sebanyak 20 kg dapat menghasilkan hingga 24 liter. Sementara, untuk sampah plastik jenis kantong plastik, hanya menghasilkan 18 liter.
"Untuk bisa menghasilkan solar, proses yang berlangsung melalui tabung reaktor memakan waktu 6 hingga 8 jam untuk bisa menyentuh 300 derajat Celcius agar dapat berubah menjadi solar. Ketika suhu turun di angka 270, itu bukan solar lagi melainkan minyak tanah," ujar Yusuf.
Langkah pengelolaan sampah ini tentu sejalan dengan program prioritas Kementerian Pariwisata tahun 2025 "Gerakan Wisata Bersih (GWB)" sebagai upaya menciptakan destinasi yang bersih dan lestari. GWB 2025 hadir di 16 titik di Indonesia, salah duanya di Waterfront City Pangururan pada 4 Mei 2025 dan Pantai Bebas Parapat pada 5 Mei 2025.
Hadir mendampingi Wakil Menteri Pariwisata, Ni Luh Puspa, Deputi Bidang Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata, Hariyanto; Staf Ahli Bidang Transformasi Digital dan Inovasi Pariwisata, Kementerian Pariwisata, Iyung Masruroh; Asdep Pengembangan Amenitas dan Aksesibilitas Pariwisata Wilayah I Kementerian Pariwisata, Bambang Cahyo Murdoko; dan Direktur Utama BPODT, Jimmy B Panjaitan. (Gabriel Bobby)