DESTINATIONS

Tiket Pesawat Mahal Dinilai Hambat Ekonomi RI

LA Hadi Faishal (Ist)
Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (Asita) Nusa Tenggara Barat Lalu Abdul Hadi Faishal menegaskan bahwa ia masih menunggu realisasi harga tiket pesawat kembali normal.
Bagi industri perhotelan dan travel agent, lanjutnya, harga tiket sangat berpengaruh pada okupansi dan jumlah wisatawan Nusantara.
"Kami yang di Lombok ini, ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga. Sudah kena bencana alam, gempa, saat proses recovery sudah tertimpa bencana tiket mahal. Sejak Januari 2019 sampai sekarang belum bergeming," ujar Hadi Faishal dalam keterangan tertulisnya yang diterima patainanews.com, Kamis (9/5/2019).
Sementara Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani telah menyampaikan hal serupa kepada Presiden Jokowi saat Gala Dinner HUT PHRI.
"Saya yakin, pasti ada jalan untuk menghidupkan ekonomi daerah, terutama yang berbisnis di sektor pariwisata," kata Hadi. Ia mengatakan, selama 4,5 tahun ini, Jokowi sudah menempatkan pariwisata sebagai sektor prioritas. Maka semua lembaga yang terkait dengan mendorong pariwisata harus di-support. Caranya adalah dengan mengembangkan destinasi terkait 3A, yakni Atraksi, Akses, dan Amenitas.
"Negara harus hadir jika serius menjadikan sektor pariwisata sebagai unggulan," ucapnya. Ia juga mengungkapkan bahwa informasi tiket mahal ini sudah sampai ke Jokowi. Sudah ada langkah imbauan dari Kemenhub dan Kemenko Kemaritiman. Bahkan Komite Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) juga sudah turun tangan dengan dugaan kartel karena saat ini industri penerbangan domestik dikuasai oleh dua grup besar, yakni Garuda Indonesia dan Lion group.
Kebetulan, katanya, dua perusahaan ini yang menguasai market share penerbangan domestik dan keduanya sama-sama menerapkan harga mahal secara bersamaan. "Saat industrinya mulai optimal, tiba-tiba semuanya menjadi mentah kembali oleh mahalnya tiket dan bagasi berbayar," katanya.
Hadi menegaskan, Kemenhub harus melakukan evaluasi menyeluruh. Misalnya dengan meningkatkan komunikasi dengan pihak maskapai dan bersikap tegas. Sebab, kebijakan tiket menjadi kunci industri pariwisata dan perekonomian masyarakat NTB.
"Pergerakan wisatawan di NTB sangat tipis. Wisatawan juga enggan berbelanja oleh-oleh karena bagasi berbayar. Home industry di NTB mengkhawatirkan karena sepinya pasar, ujungnya length of stay turun," ujarnya.
Ia pun turut mengatakan tugas pemerintah adalah menjaga ekosistem industri agar bisa tumbuh dan berkembang. Jika ada salah satu unsur dalam mata rantai bisnis yang tidak patuh, seharusnya diimbau dan diingatkan lagi spirit utamanya dalam membangun negeri.
Menurutnya, batas atas dan batas bawah yang diatur itu sebenarnya sudah baik karena melihat fleksibilitas dan season. Namun selama empat bulan terakhir, maskapai selalu menetapkan harga atas dan meniadakan harga bawah.
Dampaknya, harga naik sampai ada yang 100% meskipun sudah bukan peak seasons. Hal ini berimbas pada menurunnya jumlah penumpang, jumlah wisatawan nusantara, dan rantai bisnis lanjutannya terancam. Pasalnya, jumlah penumpang domestik turun 25 hingga 30%. Begitu pula dengan hotel, restoran, pedagang pasar sampai petani dan nelayan, dan penerimaan pajak.
Pada kesempatan yang sama, Hadi juga menyampaikan pendapatnya mengenai tulisan mengenai kebijakan salah kamar di industri penerbangan yang diterbitkan oleh salah satu media online. Menurutnya, tulisan itu banyak salah mengutip peraturan.
Pertama, soal Peraturan Menteri No 189 tahun 2015 yang dijadikan landasan. Permen itu sudah dicabut dua kali dan diganti oleh Permen 122 tahun 2018. Kedua, Undang-Undang No 126 (3) tahun 2019 yang ditulis itu juga salah. UU itu mengatur soal angkutan jalan raya, bukan angkutan darat.
"Ketiga, saya setuju bahwa pemerintah sebagai regulator. Tapi kalau industrinya menerapkan harga batas atas di segala season, tidak wajar, mahal. Itu juga mengingkari prinsip dasar UU No 1 tahun 2019 dan Perpres No 40 2015. Tidak ikut memperlancar kegiatan ekonomi nasional, apalagi ada dugaan praktik monopoli," tegasnya.
Maka wajar jika pemerintah turun tangan untuk memperbaiki tata niaga untuk menjaga kepentingan umum. Dalam kondisi seperti ini, Hadi maupun Lalu menilai Indonesia beruntung memiliki menteri pariwisata seperti Arief Yahya. Arief dinilai mampu memoles pariwisata NTB menjadi kemilau seperti sekarang dan meraih predikat halal serta menjadi magnet pendukung untuk menarik wisatawan datang ke Lombok,
Hadi juga sudah mewacanakan secara nasional program pariwisata yang sukses dan maju bersama Arief Yahya pada periode 2018-2024.
"Karena kita berharap tangan dingin dan program beliau tidak berubah dalam kurun waktu itu. Itu kalau Indonesia mau pariwisatanya di atas Malaysia dan Thailand, bahkan Singapura. Saya optimis kita bisa asal Pak Arief Yahya mau menyiapkan waktu dan pikirannya untuk terus membangun pariwisata indonesia. Indonesia harus bangga punya maestro data dan strategi yang akurat dalam menjual pariwisata Indonesia di pentas dunia," urainya. (Gabriel Bobby)

Artikel Lainnya