TRAVEL

Menanti Medical Tourism di Indonesia Diminati Wisatawan Mancanegara

post-img

PATADaily.id - Jakarta - Medical tourism di Indonesia dinilai punya potensi besar dan bisa dikembangkan sehingga beragam destinasi wisata yang tersebar di Tanah Air semakin diminati wisatawan mancanegara kendati banyak orang Indonesia banyak yang memilih terbang ke luar negeri untuk berobat.

Negeri ini kaya akan keindahan alam yang eksotis dan keanekaragaman budaya yang menggoda orang dari luar negeri untuk berobat di Indonesia sekaligus bisa traveling bersama keluarga dan orang-orang terdekat ke beragam destinasi wisata yang tersebar di Tanah Air.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum KRIS (Kill Covid-19 Relief International Services) Adharta Ongkosaputra ketika ditemui PATADaily.id di Jakarta, Jumat (1/11/2024). Adharta menyampaikan ide menarik, yakni wisatawan mancanegara bisa saja datang ke Indonesia untuk pergi berobat sekaligus traveling ke negeri ini.

Ia memberikan contoh, wisatawan dari Singapura terbang ke Indonesia menggunakan pesawat Garuda Indonesia. "Jadi di dalam pesawat Garuda Indonesia dimulai pemeriksaan awal karena sudah diketahui si wisatawan sakitnya apa sehingga ada dokter di dalam pesawat mendampingi pasien," ucapnya.

Kemudian, lanjutnya, begitu tiba di Jakarta, si pasien bisa dibawa misalnya ke RS Mandaya. Sementara keluarga pasien bisa menikmati jalan-jalan di Jakarta dan sekitarnya. "Setelah mendapat perawatan di RS Mandaya, maka pasien dan keluarga juga bisa jalan-jalan di Jakarta dan sekitarnya," ujarnya. 

Jika, lanjutnya, si pasien dan keluarga terbang dari Singapura ke Indonesia dengan Garuda Indonesia ingin traveling ke Candi Borobudur, maka pasien bisa saja dirawat di RS Panti Rapih di Yogakarta. Sementara keluarga pasien bisa ke Candi Borobudur.

Dan, setelah mendapat perawatan, maka pasien dan keluarga bisa jalan-jalan ke Candi Borobudur. "Pasien dari RS menggunakan tour bus bersama keluarga menuju Candi Borobudur tetap didampingi dokter," papanya.

Menurutnya, jika proses pengobatan di Indonesia belum selesai, maka pasien akan kembali lagi ke Indonesia untuk mendapat penanganan medis di RS yang letaknya berdekatan dengan destinasi wisata di Indonesia yang ia tuju.

"Jika harus balik lagi ke Indonesia, misalnya kemudian si pasien ingin traveling ke Malang di Jawa Timur, maka bisa dirawat di RS yang ada di Malang atau RS di Surabaya. Sedangkan keluarga pasien bisa ke Bromo," terangnya.

Menurutntya, Garuda Indonesia tidak perlu menyediakan pesawat khusus. "Cukup menggunakan pesawat komersial biasa," ungkapnya. Jadi, lanjutnya, bisa semakin banyak orang yang traveling ke Indonesia lantaran si pasien datang berobat ke Indonesia bersama keluarga maupun orang-orang terdekat.

"Dan juga semakin sering orang asing berkunjung ke Indonesia jika proses pengobatan belum selesai karena perlu proses pengobatan yang tidak cukup sekali," ujarnya.

Adharta juga berharap peran Kedubes Indonesia di luar negeri untuk mempromosikan pariwisata Indonesia dan kualitas dokter di Indonesia tidak kalah dengan yang ada di luar negeri. "Di Indonesia sudah ada RS yang bisa mengobati penyakit gigi dan lainnya yang kualitasnya tidak kalah dengan yang ada di luar negeri," jelasnya.

Selama ini, lanjutnya, RS dari luar negeri gencar promosi di Indonesia sehingga banyak orang negeri ini yang akhirnya tertarik untuk terbang ke luar negeri berobat di RS yang ada di sana.

Adharta mengatakan, jika idenya bisa diterima maka akan mendatangkan devisa yang besar bagi Indonesia.

Karenanya Adharta merencanakan bisa untuk kolaborasi dengan Garuda Indonesia, RS Mandaya, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Luar Negeri untuk memaparkan idenya ini. Baginya, KRIS terus membantu pemerintah untuk kesehatan dan pariwisata. "Saya nanti akan ketemu dengan Dirut Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra," tambahnya. (Gabriel Bobby)

Artikel Lainnya