PATADaily.id - Jakarta - Tema World Tourism Day 2025: praktik pariwisata ramah lingkungan dan inovasi didukung penuh Ketua Umum DPP ASITA Dr N Rusmiati.
"Saya sangat mendukung tema World Tourism Day 2025. Di Indonesia, sudah ada langkah nyata dari Kementerian Pariwisata yang bekerja sama dengan ILO untuk mendorong green transition di pariwisata, terutama bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan desa wisata," tuturnya kepada PATADaily.id, Sabtu (7/9/2025).
Data, lanjutnya dari survei juga menunjukkan bahwa sekitar 86% responden menganggap ekowisata (eco-tourism) akan menjadi tren penting di 2024–2025.
Namun, lanjutnya, masih ada tantangan seperti biaya modal awal, kebutuhan pelatihan yang lebih luas, dan regulasi lokal yang belum seragam mendukung praktik hijau.
"ASITA tentu mendukung langkah ini, karena tanpa keberlanjutan, industri kita tidak akan bisa bertahan dalam jangka panjang," tegasnya.
Menurutnya, perempuan Indonesia berperan besar dalam sektor pariwisata."Perempuan memiliki peran besar. Data terbaru menunjukkan bahwa 54,22% tenaga kerja di sektor pariwisata di Indonesia adalah perempuan. Di sektor hotel dan restoran, sekitar 58% pekerja adalah perempuan. Mereka bukan hanya pekerja, tetapi juga pemimpin usaha, pelaku ekonomi kreatif, penggerak desa wisata, hingga penjaga tradisi budaya lokal," urainya.
Menurutnya, perempuan adalah tulang punggung dalam industri ini, baik dari sisi pelayanan, inovasi, maupun pelestarian budaya. Jadi, lanjutnya, saya percaya, semakin kita memberdayakan perempuan, semakin kuat pula pariwisata Indonesia.
Meskipun demikian, mereka masih kurang terwakili di posisi kepemimpinan strategis, dan sering berhadapan dengan kendala seperti tanggung jawab domestik atau akses modal yang lebih terbatas.
Dr Rusmiati mengatakan, pariwisata Indonesia merespons green tourism. "Kita sudah melihat respons positif: pengembangan desa wisata yang mengintegrasikan praktik ramah lingkungan, pengelolaan sampah yang lebih baik di beberapa destinasi, dan kebijakan semacam proyek yang didukung oleh perusahaan swasta untuk mendukung pariwisata hijau," ucapnya.
Kita, lanjutnya, lihat banyak desa wisata yang diarahkan untuk mengadopsi prinsip ramah lingkungan, Bali dengan program pengelolaan sampahnya, hingga adanya inisiatif green curriculum di bidang pendidikan pariwisata.
Namun, kata Dr Rusmiati, memang, tantangan masih ada. Ya, tidak semua destinasi dan pelaku usaha memiliki akses pada pembiayaan maupun pelatihan hijau.
Itu sebabnya perlu dukungan lebih dari pemerintah agar prinsip green tourism ini benar-benar bisa diterapkan secara merata di seluruh Indonesia.
Tapi perlu dipastikan implementasi di lapangan lantaran masih ada gap di akses modal, regulasi, pelatihan bagi pelaku usaha kecil untuk benar-benar menerapkan standar ramah lingkungan.
Dr Rusmiati mengungkapkan bahwa budaya adalah salah satu keunggulan kita yang luar biasa dan patut dijaga, yaitu tradisi lokal, seni, kerajinan, kuliner, upacara adat semuanya karena semua itu menarik wisatawan yang mencari pengalaman autentik.
Tak bisa dipungkiri ujarnya, desa wisata berbasis budaya mulai banyak berkembang dan ini tentu sangat positif. Di Bali misalnya, budaya dan tradisi lokal terus dijaga sekaligus dikemas agar tetap menarik dan relevan untuk wisatawan.
"Perempuan juga memainkan peran kunci dalam ini, sebagai pembuat kerajinan, pengusaha kuliner khas daerah, dan pelestari tradisi lokal yang memperkaya pengalaman wisatawan.
"Wisatawan asing datang bukan hanya untuk pantai atau alam, tetapi juga mencari pengalaman autentik: dari tradisi lokal, tarian adat, kuliner khas, hingga kerajinan tangan.".
Jadi, lanjutnya, kalau kita bisa mengemas budaya dengan cara yang kreatif, maka itu akan jadi keunggulan besar bagi pariwisata Nusantara.
Ia yakin pariwisata Indonesia tetap welcoming kendati beberapa waktu ada negeri ini mengalami aksi anarkis oleh sekelompok orang. Menurutnya, pemerintah sudah menegaskan bahwa negara tetap aman dan destinasi utama masih beroperasi seperti biasa.
Misalnya, di Bali, lalu lintas penumpang di bandara Ngurah Rai tetap stabil dan bahkan meningkat dibanding Agustus tahun sebelumnya. Meskipun ada protes di beberapa wilayah, wisatawan internasional terus berdatangan, seperti Juli 2025 mencatat 1,48 juta wisatawan asing yang datang, naik sekitar 13% dibanding Juli tahun sebelumnya.
"Kami di ASITA mendukung semua usaha pemerintah untuk menjaga keamanan, memperkuat citra destinasi, dan memastikan wisatawan merasa aman datang ke Indonesia," tutupnya. (Gabriel Bobby)