PATADaily.id - Menghabiskan sisa akhir tahun 2020 lalu di tengah pandemi covid-19 menarik saya untuk hadir di salah satu upacara religi yang sakral di tanah Bali.
Kehadiran saya di Pesamuan Agung Tohpati , Batu Bulan sangat disambut dengan tangan terbuka oleh Jro Arya Sapuh Agung sebagai sesepuh dan pemilik dari tempat acara berlangsung.
Didampingi seorang Jro Mangku dari Kuta, Jro John, saya pun diizinkan untuk berbincang dengan Sullingih (pendeta) yang memimpin upacara mewinten, Ida Bodhi, seorang sulinggih dari Pulau Ceningan.
Dari perbincangan dengan pemimpin pelaku spiritual Hindu Bali, memberikan makna mendalam yang sangat berarti dalam diri saya.
Pelaksanaan sakral Mewinten di 15 Desember 2020 lalu bertepatan dengan hari suci Anggarakasih Prangbakat.
Pewintenan yang berkonsep mitologi di Pesamuan Agung memiliki arti pertemuan yang besar, dimana di tempat ini dipercaya hadirnya para Roh Suci, para Dewa dari seluruh penjuru bahkan para Suci dari agama selain Hindu.
Mewinten atau pewintenan sendiri berasa dari bahasa Jawa Kuno yang bermakna “bersinar” dan “kemilau”.
Dengan mewinten, terbukalah pintu kesadaran insan manusia, untuk mengingat ke dalam jati dirinya, dan siap melaksanakan proses rohani kedepannya.
Ritual religi mewinten merupakan upacara sakral dan penting bagi masyarakat Hindu Bali.
Kewajiban melakukan kegiatan suci ini menjadikan setiap umat mewujudkan kesejahteraan lahir, maupun kebahagiaan sesuai dengan keperluan hidup mereka, sejalan beriringan dengan meningkatnya status manusia ke jenjang yang lebih tinggi, mendapatkan tuntunan mempelajari ilmu pengetahuan suci, serta mendapatkan perlindungan secara spiritual dari segala gangguan.
Menjalani kehidupan 2021, bagi saya adalah berani menapak berjalan dengan kehidupan penuh keseimbangan antara fisik jasmani bersatu beriringan dengan alam semesta.
“Doa kami dari Bali, semua makhluk pasti berbahagia...". (Diceritakan oleh Sascha Poespo, Sascha Poespo, seorang Fashion Artist & Consultant for SASCHARTIST kepada patadaily.id, Jumat (15/1/2021)).