Poernomo Siswoprasetijo (Ist)
Kesedihan nampak dari raut wajah peserta Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2019 ketika namanya tidak tercantum dalam pengumuman. Begitu juga dengan orang tua mereka yang menginginkan anaknya kuliah di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Dari 714.652 pendaftar di SBMPTN hanya sebanyak 148.066 peserta yang dinyatakan lulus. Kegagalan masuk PTN bukan akhir dari perjalanan kesuksesan seseorang karena banyak sekali orang sukses menjadi CEO yang dulunya kuliah di Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Bahkan ada universitas swasta yang memanen prestasi lebih banyak di ajang-ajang kompetisi baik tingkat nasional maupun internasional. Apalagi di era industrialisasi dan digitalisasi sekarang ini, para lulusan SMA/SMK yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi harus jeli melihat kesempatan kerja yang tersedia. Seiring perkembangan industri 4.0, sebenarnya Indonesia sangat membutuhkan SDM yang melek teknologi dan berwawasan internasional. Ancaman persaingan ekonomi global saat ini tidak hanya datang dari negara maju, tetapi juga negara-negara berkembang. Fahmi Shahab, Direktur Eksekutif Himpunan Kawasan Industri Indonesia secara mengejutkan menyampaikan, saat ini bukan lagi Thailand dan Malaysia yang menjadi ancaman terdekat bagi Indonesia, ternyata ada Vietnam, Kamboja dan Laos, yang merupakan negara-negara ASEAN. “Jika kita terlambat mengantisipasi perubahan digitalisasi maka kesempatan itu akan diambil oleh Vietnam, Kamboja dan Laos. Inilah tugas dari perguruan tinggi untuk menyiapkan SDM yang match dengan kebutuhan industri. Saya lihat itu ada di President University yang hadir di tengah-tengah kawasan industri di Cikarang,” ujar Fahmi dalam siaran pers yang diterima patainanews.com, Rabu (10/7/2019). Menurut Fahmi memang sudah banyak universitas ekonomi, teknik dan segala macam tapi yang menyentuh betul-betul untuk manufacturing masih sangat sedikit jumlahnya. Kehadiran President University sangat tepat di tengah pertumbuhan kawasan industri khususnya yang ada di Cikarang. Dan sebetulnya tidak hanya Cikarang, karena di koridor Jakarta Cikampek itu sudah ada 22 kawasan industri yang berkembang, dimana penyumbang total 50% lebih pertumbuhan manufaktur nasional. Lebih lanjut Fahmi menegaskan, dalam menilai universitas sekarang ini tidak bisa dilihat hanya dari usianya, tetapi bagaimana kecepatannya melihat peluang-peluang pertumbuhan ekonomi. Seperti pertumbuhan ekonomi negara Jepang, Korea dan China seperti apa. Dan ketika pasar menentukan itu segera, Fahmi melihat President University sudah bisa menyiapkan SDM bahkan teknologinya. “Terlebih lagi penggunaan Bahasa Inggris dalam proses belajar mengajar di President University, itu sangat penting dalam percaturan global. Bahkan saya rasa tidak hanya bahasa Inggris, tetapi bisa Mandarin, Jepang, Korea bahkan bahasa Arab. Pergerakan ekonomi saat ini tidak dibatasi pagar, bisa suatu hari China, Korea atau Jepang bahkan negara Timur Tengah yang bisa punya peran sentral,” ungkap Fahmi. Hal senada juga disampaikan President/CEO PATA Indonesia Chapter Poernomo Siswoprasetijo yang menegaskan, syarat memenangkan persaingan global adalah penguasaan bahasa dan teknologi. Itu tidak hanya dibutuhkan oleh industri manufaktur tapi juga industri pariwisata. Di era industri 4.0, selain kemampuan melakukan inovasi yang itu menjadi tugas lembaga research, dibutuhkan juga kemampuan penguasaan berbagai bahasa internasional. “Saya melihat President University sudah melakukannya. Universitas yang didirikan Pak Darmono ini sudah memiliki President Research Center. Juga penggunaan Bahasa Inggris dan Mandarin dalam penyampaian mata kuliah. Sepertinya belum banyak universitas yang melakukannya,” ungkap Poernomo. Menanggapi banyaknya lulusan SMA/SMK yang masih gamang setelah gagal ikut seleksi SBMPTN, Purnomo menyarankan tidak perlu berkecil hati. Dirinya juga bukan lulusan PTN, tetapi pernah menyandang jabatan strategis, seperti Presiden Direktur PT Taman Wisata Candi Borobudur (TWC), Prambanan, dan Ratu Boko (Persero). Bahkan saat ini menjabat Presiden Direktur PT Banten West Java (BWJ) pengelola kawasan wisata Tanjung Lesung dan CEO Pacific Asia Travel Association (PATA) Indonesia Chapter. Poernomo merekomendasikan President University sebagai alternatif pertama untuk dijadikan pilihan. “Banyak lulusan President University yang pernah dan masih bekerja dengan saya. Mereka, khususnya yang dari jurusan International Relation (IR), sangat piawai dalam mempromosikan pariwisata di level internasional,” tutur Poernomo. Jadi kesempatan menjadi CEO menurut Poernomo lebih terbuka kesempatannya jika kuliah di universitas yang langsung bersentuhan dengan dunia industri. Network akan mudah dibangun, karena kesempatan bertemu dengan orang-orang sukses baik level nasional maupun dunia terbuka lebar. “Saya dengar lulusan President University ada yang menjadi CEO perusahaan internasional, kalau tidak salah Gervasius Patar yang menjadi owner Solidience Indonesia,” ungkap Poernomo. (Gabriel Bobby)