PATADaily.id - Meskipun jadwal penerbangan telah dibuka kembali sesuai dengan Permenhub No 25 tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi selama Mudik Idul Fitri Tahun 1441 H, dimana penerbangan domestik sudah diperbolehkan beroperasi kembali dengan menaati protokol kesehatan yang telah ditentukan.
Namun hal tersebut tidak memperlihatkan kenaikan yang signifikan atas jumlah masyarakat yang bepergian menggunakan jalur transportasi udara dikarenakan masih belum optimalnya jadwal penerbangan di setiap daerah dan adanya beberapa persyaratan yang harus dipenuhi calon penumpang, diantaranya mempunyai surat keterangan sehat, surat keterangan dari perusahaan, melakukan rapid test/PCR sehingga hal tersebut dirasakan memberatkan konsumen dan membuat mereka enggan untuk bepergian menggunakan transportasi udara.
Jeffry Darjanto selaku Koordinator bagian Ticketing ASTINDO (Asosiasi Travel Agent Indonesia) dalam talkshow di IG Live beberapa waktu lalu pun membenarkan perihal tersebut diatas.
“Alih-alih kebanjiran akan permintaan pembelian tiket pesawat, Travel Agent anggota kami banyak menerima permintaan refund sejak bulan Februari hingga saat ini,” ujar Jeffry dalam siaran pers yang diterima patadaily.id.
“Hampir semua maskapai juga mengalami kesulitan likuiditas akibat minimnya angka penjualan dan juga masih terbebani dengan biaya operasional (gaji karyawan, sewa parkir pesawat, maintenance pesawat, dan lainmya) sehingga maskapai pun memutuskan untuk melakukan pengembalian tiket dengan menggunakan voucher/credit refund (maskapai internasional) atau top up deposit (maskapai domestik),” terang Jeffry.
“Namun dalam hal ini, Travel Agent dan konsumen adalah pihak yang dirugikan karena baik Travel Agent (pihak yang memberikan pembayaran tempo kepada kliennya) dan konsumen harus membayar terlebih dahulu kepada maskapai penerbangan pada saat tiket dikeluarkan oleh maskapai sehingga boleh dikatakan maskapai penerbangan beroperasi bermodalkan uang milik konsumen dan travel agent” ujar Jeffry.
Menurut Jeffry, kondisi bisnis Travel Agent ini dapat diibaratkan, “sudah jatuh, tertimpa tangga”.
"Tidak hanya harus menalangi terlebih dahulu pembelian tiket maskapai penerbangan sejak merebaknya pandemi Covid-19 hingga saat ini, hampir seluruh Travel Agent anggota kami tidak memperoleh penghasilan namun mereka tetap berkewajiban untuk membayar seluruh biaya operasional kantornya, seperti misalnya bayar gaji karyawan, pajak, BPJS, sewa kantor, cicilan pinjaman, dan lainnya," paparnya.
Menyikapi kondisi ini, ASTINDO telah berhasil bernegosiasi dengan beberapa maskapai yang memberikan refund berbentuk voucher/credit refund untuk memberikan kelonggaran batas waktu pemakaian voucher/credit refund, yang sebelumnya hanya dapat dipergunakan sampai dengan bulan Desember 2020, namun berhasil dimundurkan sampai bulan Desember 2021 mendatang sehingga konsumen masih mempunyai waktu yang cukup panjang untuk merencanakan ulang perjalanannya.
Jeffry yang mewakili suara dari Travel Agent anggota ASTINDO mengharapkan pengertian seluruh konsumen yang telah melakukan pengajuan proses refund melalui Travel Agent agar bersabar bahwa dalam kondisi normal pun proses refund biasanya memakan waktu 2 hingga 3 bulan.
Apalagi dalam kondisi seperti sekarang ini, dimana hampir semua kantor maskapai penerbangan juga menerapkan “WFH” sehingga proses refund akan berjalan lebih lama dari kondisi normal.
"Disamping itu kami juga meminta pengertian seluruh konsumen agar tidak menuntut pengembalian penuh (full refund) mengingat adanya beberapa biaya yang telah dikeluarkan oleh Travel Agent sebelum proses refund ini dilakukan, seperti misalnya biaya gaji karyawan, operasional kantor, PPN atas penjualan tiket yang sebelumnya telah dibayarkan ke negara, dan biaya-biaya lainnya".
“Disamping pengembalian dana refund berbentuk voucher/credit refund, beberapa maskapai khususnya maskapai domestik mengembalikan dana refund ke dalam top up deposit mengendap di rekening bank maskapai dan tidak dapat diuangkan oleh Travel Agent. Dana yang mengendap/deposit tersebut hanya dapat diambil untuk pembelian tiket maskapai tersebut” jelas Jeffry.
Ia menyayangkan kebijakan yang diberlakukan oleh beberapa maskapai ini, dimana dana mengendap/deposit tersebut tidak dapat langsung digunakan karena hingga saat ini beberapa maskapai domestik belum beroperasi dan juga konsumen masih enggan bepergian menggunakan transportasi udara dikarenakan banyaknya aturan/syarat yang dirasa memberatkan konsumen.
Kebijakan ini sangat berdampak pada cash flow Travel Agent, terlebih bagi travel agent yang tidak mempunyai cukup dana cadangan sehingga tidak dapat mengembalikan dana refund kepada kliennya dalam bentuk tunai.
“Sangatlah wajar apabila Travel Agent mengenakan biaya pelayanan ataupun biaya administrasi kepada konsumen sebagai jasa atas proses pengurusan refund tersebut dilakukan, terlebih lagi sudah tidak ada pemasukan apapun bagi Travel Agent karena tidak adanya transaksi penjualan tiket penerbangan akhir-akhir ini,” tutur Jeffry. (Gabriel Bobby)