Destination

Siswa SMA Plus Muthahhari Bandung Antusias Belajar Lewat LKS Digital Berbasis AR, Guru Ikut Naik Level

post-img

PATADaily.id - Bandung - Kelas di SMA Plus Muthahhari Bandung, Jawa Barat mendadak terasa berbeda. Jika biasanya pelajaran diisi dengan ceramah guru dan lembar tugas tertulis, kini siswa disuguhi cara belajar baru yang penuh warna, yaitu Lembar Kerja Siswa (LKS) kreatif berbasis gamifikasi, storytelling, emotional design, dan teknologi Augmented Reality (AR).

Adapun inovasi ini lahir dari program Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) yang digagas dosen Universitas Presiden. Program tersebut dilaksanakan pada 19 hingga 20 September lalu, melibatkan 16 guru dan menghasilkan delapan LKS digital interaktif, yang menariknya melebihi target awal lima LKS.

Ketua tim PKM, Remandhia Mulcki, S.Sn., M.Ds., yang juga KaProdi Desain Komunikasi Visual President University mengatakan, langkah ini diambil untuk menjawab tantangan pendidikan di era Generasi Z yang dikenal sebagai digital native.

“Gen Z mudah bosan kalau hanya mendengar ceramah. Mereka terbiasa dengan media visual, interaktif, dan serba cepat. Karena itu, kami hadirkan media belajar yang sesuai karakter mereka. Ada game, cerita, bahkan animasi 3D yang bisa dipindai lewat QR Code,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (24/11/2025).

Workshop Guru: Dari Ceramah ke Media Interaktif
Workshop selama dua hari ini rupanya menghadirkan suasana berbeda bagi guru-guru SMA Plus Muthahhari. 

Ya, tidak hanya mendengarkan teori, para guru langsung praktik membuat LKS kreatif dengan memanfaatkan aplikasi Assemblr untuk menyematkan konten AR. 

Workshop tersebut berjudul, “Peningkatan Kualitas Pengalaman Belajar (Learning Experience) Siswa Generasi Z di SMA (Plus) Muthahhari Bandung melalui Perancangan Media Pembelajaran Berbasis Gamifikasi, Emotional Design, dan Storytelling”.

Sebanyak 10 guru aktif merancang prototipe LKS. Mata pelajaran yang berhasil dilengkapi media kreatif di antaranya Biologi, PPKN, Sejarah Indonesia, Sosiologi, Bahasa Indonesia, dan Ekonomi.

"Awalnya agak canggung, tapi lama-lama asyik. Kami belajar mendesain halaman, menambahkan cerita, sampai menaruh QR Code untuk animasi 3D. Rasanya seperti naik level,” ujar salah satu guru peserta workshop dengan antusias.

Tidak sedikit guru senior yang awalnya kesulitan mengikuti, namun akhirnya mampu beradaptasi berkat bantuan guru muda. Situasi ini menciptakan peer support antar-guru yang memperkuat semangat kolaborasi di sekolah.

Uji Coba di Kelas: Siswa Fokus, Belajar Jadi Seru
Setelah workshop, tiga kelas (X-1, X-2, dan X-3) mendapat kesempatan mencoba langsung LKS digital tersebut. Hasilnya sungguh menggembirakan.

Data observasi dan kuesioner menunjukkan rata-rata kepuasan siswa mencapai 4,3–4,6 dari skala 5. Hampir semua siswa merasa lebih fokus, lebih bersemangat, dan menilai pembelajaran menjadi lebih menyenangkan serta bermakna.

"Biasanya cepat bosan, tapi kali ini seru banget. Ada QR Code, muncul gambar sel 3D, terus ada tantangan soal yang bikin penasaran. Semoga bisa dipakai di pelajaran lain juga,” kata salah satu siswa kelas X-2.

Uniknya, ada juga reward sederhana berupa cokelat bagi siswa yang berhasil menyelesaikan LKS dengan nilai sempurna. Hal ini menambah motivasi dan suasana belajar yang lebih hidup.

Ir. Dra. Dewi Listia, M.Si. (Kepala Sekolah), menegaskan bahwa inovasi ini memberi dampak nyata, yaitu LKS ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. 

"Di dalam LKS ini sangat lengkap. Ada pencapaian dan tujuan pembelajaran, visualisasi yang menarik, serta quiz-quiz berjenjang dari level 1 hingga level 5. Melalui gamifikasi dan storytelling, anak-anak jadi lebih fokus, lebih kritis, dan mampu memecahkan masalah dengan cara yang menyenangkan.”

Namun ia juga menyoroti masalah yang dihadapi sekolah. Menurutnya, sekolah kami heterogen, baik dari sisi kemampuan maupun gaya belajar siswa. Jumlah kelas tidak besar, tapi guru harus bisa menciptakan lingkungan belajar yang bisa memfasilitasi semua.

"Dukungan yang paling kami butuhkan adalah perangkat pembelajaran yang sesuai zaman, serta pelatihan guru untuk membuat media interaktif.”

Beberapa guru juga memberi kesaksian:
Aya Sofia Martini, M.Pd. (Guru Sejarah Indonesia) mengatakan, “Siswa antusias, kemudian jadi lebih fun dan akhirnya anak-anak jadi serius di kelas.”

Mulyadi, S.S., M.M. (Guru PKn) mengemukakan, “Pembelajaran dapat berjalan dengan lancar sesuai rencana, murid merasa bahagia, tidak terbebani dengan LKS.”

Reza Restu Rohmawati, S.Si. (Guru Biologi) mengungkapkan, “Saya jadi paham membuat media sesuai perilaku Gen Z. Setelah kelas selesai, suasananya lebih berkesan dan meninggalkan memori baik bagi siswa.”

Program PKM ini rupanya tidak hanya menambah variasi metode belajar, tapi juga menjawab persoalan strategis sekolah: lemahnya promosi digital.

Dokumentasi kegiatan pembelajaran kreatif melalui foto, video, dan testimoni siswa kini diproyeksikan menjadi konten promosi di media sosial sekolah.

"Sekolah jadi punya bahan promosi yang otentik. Bukan sekadar iklan, tapi menunjukkan kelas yang hidup dan sesuai kebutuhan zaman,” jelas Hadi Jaya Putra, S.T., M.Ars, anggota tim PKM.

Kemudian tim Universitas Presiden menargetkan keberlanjutan program ini hingga akhir 2025 mendatang dengan langkah-langkah strategis:
Panduan Media Pembelajaran: Dokumen praktis berisi tata cara pembuatan LKS kreatif untuk guru.


Konten Promosi Digital: Lima konten kreatif (foto, video, testimoni) untuk akun resmi sekolah.


Publikasi Ilmiah dan Media Massa: Artikel akan dipublikasikan di jurnal nasional terakreditasi dan media daring, termasuk Tribunnews.


Pendaftaran HAKI:  8 LKS terbaik diajukan sebagai karya berhak cipta.


“Target kita bukan hanya menghasilkan produk, tapi juga membangun kapasitas guru. Harapannya, LKS inovatif ini bisa masuk ke kurikulum rutin sekolah dan jadi daya tarik utama bagi masyarakat,” tegas Remandhia Mulcki.

Ia menambahkan, “Saya ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan Hibah Skema Pengabdian Masyarakat yang didanai oleh KEMENDIKTISAINTEK) tahun 2025. Tanpa dukungan ini, program tentu tidak akan berjalan sebaik ini.”

Meski masih ada tantangan seperti keterbatasan perangkat laptop guru dan variasi kualitas desain, program ini terbukti memberi dampak positif nyata. 

Siswa lebih antusias, guru naik level kompetensi, dan sekolah mendapat bekal promosi digital yang lebih kuat. Dengan semangat kolaborasi antara dosen, guru, siswa, dan kepala sekolah, SMA Plus Muthahhari Bandung kini punya modal baru untuk tetap kompetitif: pembelajaran kreatif yang interaktif, menyenangkan, sekaligus relevan dengan dunia Generasi Z.

“Belajar itu seharusnya menyenangkan. Kalau siswa senang, guru juga ikut bahagia. Itulah inti dari inovasi ini,” tutup Fransiska Rachel, S.Sn., M.Ds., anggota tim PKM Universitas Presiden.

Artikel Lainnya

Banner of PATA - Left Side
Banner of PATA - Right Side