TRAVEL

'80 Tahun Indonesia Merdeka, Pariwisata dan Budaya Nusantara Berkembang dari Potensi Lokal menjadi Kekuatan Nasional yang Diakui Dunia'

post-img

PATADaily.id - Yogyakarta - Peringatan HUT ke-80 RI pada 17 Agustus 2025 mengusung tema 'Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju'. Tema ini rupanya mencerminkan harapan untuk mewujudkan persatuan yang kokoh, kedaulatan negara yang kuat, kesejahteraan rakyat yang merata, dan kemajuan Indonesia di berbagai bidang, tentunya termasuk dari pariwisata Nusantara.

Ya, HUT ke-80 RI menjadi momentum bersejarah yang diperingati secara luas di seluruh pelosok Tanah Air. Perayaan tahun ini tidak hanya bermakna sebagai refleksi delapan dekade kemerdekaan Indonesia, namun juga sebagai tonggak baru dalam perjalanan bangsa menghadapi era globalisasi dan transformasi digital.

PATADaily.id pun mencoba menggali pandangan perempuan negeri ini yang selama ini dikenal berkecimpung dalam sektor pariwisata Nusantara. Febrina Intan, Direktur Utama PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko menjelaskan bahwa sektor pariwisata memiliki efek berganda (multiplier effect) yang signifikan terhadap roda perekonomian Indonesia, dengan mendorong aktivitas ekonomi di berbagai sektor. 

"PT TWC berkolaborasi dengan warga masyarakat di kawasan Borobudur dengan pendekatan Creating Shared Value (CSV) yang mengintegrasikan isu sosial dalam strategi bisnis inti, jadi ini bukan hanya sebagai kegiatan tambahan. Konsep strategi bisnis ini berfokus pada penciptaan nilai ekonomi dan nilai sosial secara bersamaan," terangnya ketika dihubungi PATADaily.id, Kamis (14/8/2025).

Menurutnya, dampak sosial dan budaya dari investasi yang dilakukan di destinasi TWC dilakukan. "Bahwa social return on investment (SROI) sangat penting dipertimbangkan. Di sini kita tidak hanya menghitung pendapatan dari jumlah wisatawan, namun juga kontribusi pariwisata terhadap peningkatan kebahagiaan warga, penguatan kohesi sosial dan identitas kultural," paparnya.

Febrina mengungkapkan, selama 80 tahun Indonesia merdeka, pariwisata dan budaya Nusantara berkembang dari potensi lokal menjadi kekuatan nasional yang diakui dunia. Pada awal kemerdekaan fokus utama ada pada penguatan identitas sehingga pariwisata belum menjadi prioritas, tetapi pondasi pengelolaan destinasi warisan budaya mulai dibangun.

"Memasuki era pembangunan, pariwisata dikelola sebagai sumber devisa penting. Program seperti Visit Indonesia Year dan pembangunan infrastruktur memperkenalkan destinasi unggulan seperti Bali, Yogyakarta, dan Danau Toba. Promosi warisan budaya mulai diperkenalkan ke tingkat
internasional. Dan, pada era masa kini, strategi pariwisata bergeser dari promosi konvensional ke branding global Wonderful Indonesia dengan dukungan teknologi digital. Destinasi super prioritas seperti Borobudur, Labuan Bajo, Mandalika, dan Likupang dikembangkan," tuturnya.

Maka, lanjutnya, pariwisata berbasis komunitas, ekowisata, dan pelestarian budaya mendapatkan perhatian, terutama pasca-pandemi, dengan fokus pada kualitas wisatawan dan keberlanjutan lingkungan. "Perjalanan ini menunjukkan bahwa pariwisata dan budaya Nusantara sebagai jembatan diplomasi budaya, penguat identitas bangsa, dan wahana pelestarian nilai-nilai luhur. Ke depan, keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kelestarian budaya, dan keberlanjutan alam menjadi kunci agar pariwisata Indonesia tetap relevan dan berdaya saing di panggung global," ujarnya.

Febrina melihat perubahan cara pandang dalam melihat destinasi bukan hanya sebagai objek wisata, tetapi sebagai ruang hidup kultural yang menyatu dengan masyarakat dan lingkungan sekitar. Melalui, lanjutnya, penetapan kebijakan yang inklusif dan inovatif, pihaknya pun berupaya mendorong terciptanya ekosistem pariwisata yang berkelanjutan, berdaya saing, dan bermakna. 

"Nilai transformasi ini yang kita jadikan sebagai pondasi strategis perusahaan," katanya. Jadi, lanjutnya, pencapaian dan sejumlah kendala dihadapi dengan bijak agar sektor ini dapat terus tumbuh secara berkelanjutan dan memberi manfaat bagi generasi mendatang.

Febrina tak menampik bahwa masih ada kencala dalam bidang pariwisa Nusantara dan budaya negeri ini. "Tantangan untuk menghadirkan keseimbangan antara pelestarian dan komersialisasi terus kami lakukan. Semakin tinggi minat wisatawan, dapat menjadi peluang, tetapi juga risiko jika tidak dikelola dengan hati-hati. Budaya dan tradisi bisa kehilangan keaslian ketika diadaptasi berlebihan untuk kebutuhan pasar. Diperlukan strategi yang memadukan keberlanjutan ekonomi dengan kelestarian nilai-nilai budaya," ungpkapnya.

Ia mengemukakan, tantangan lingkungan dan keberlanjutan untuk mengurangi dampak over tourism melalui pengelolaan sampah terintegrasi. "Pariwisata Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa alam yang menjadi daya tarik utama tetap terjaga kualitasnya, sehingga
manfaatnya bisa dirasakan hingga puluhan tahun ke depan," bebernya.

Baginya, penguatan SDM dan digitalisasi baik dalam hal pelayanan, pengelolaan destinasi, maupun pemanfaatan teknologi digital untuk promosi dan pengalaman wisata. Febrina menuturkan, di era persaingan global, penguasaan teknologi, dan hospitality menjadi kunci penting.

Ia berpendapat, kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, komunitas lokal, dan generasi muda kreatif, setiap masalah dapat diubah menjadi peluang. "Indonesia punya modal besar: keragaman alam, budaya, dan semangat gotong royong masyarakatnya," ucapnya.

Jika, lanjutnya, potensi ini dikelola dengan visi jangka panjang, pariwisata dan budaya Indonesia bukan hanya akan menjadi kebanggaan nasional, tetapi juga inspirasi bagi dunia tentang bagaimana keberagaman dapat menjadi kekuatan yang mempersatukan dan menyejahterakan.

"Langkah kami berfokus pada penciptaan pengalaman yang bermakna, berkualitas, dan berkelanjutan, bukan semata-mata mengejar angka kunjungan. Pendekatan utama yang kami dorong adalah storytelling. Setiap destinasi dan kekayaan budaya Nusantara memiliki cerita yang unik, tentang sejarahnya, filosofi di balik tradisinya, kisah para penjaganya, hingga nilai-nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi. Cerita-cerita ini akan menjadi “jiwa” dari perjalanan wisata, yang membuat pengunjung tidak hanya melihat, tetapi juga merasakan dan memahami maknanya. Melalui pendekatan ini, setiap perjalanan menjadi pengalaman personal yang meninggalkan kesan mendalam dan mendorong wisatawan untuk kembali atau menceritakannya kepada orang lain," terangnya.

Selain itu, lanjutnya, kami akan mengembangkan konsep pariwisata yang terintegrasi dengan kearifan lokal, di mana wisatawan berinteraksi langsung dengan masyarakat, belajar keterampilan tradisional, mencicipi kuliner autentik, dan ikut serta dalam pelestarian lingkungan.

"Fokusnya adalah wisata berkualitas, wisatawan yang datang lebih lama, membelanjakan lebih banyak, dan membawa pulang pengalaman yang membentuk keterikatan emosional dengan kearifan lokal". 

"Kami juga akan mengedepankan prinsip keberlanjutan, di mana pengembangan destinasi memperhatikan lingkungan, menjaga keaslian budaya, dan memberdayakan komunitas lokal sebagai pelaku utama. Di jangka panjang, keberhasilan pariwisata tidak diukur dari jumlah pengunjung yang membludak, tetapi dari seberapa besar manfaat yang dirasakan masyarakat setempat dan seberapa baik warisan ini terjaga untuk generasi mendatang," paparnya.

Ia menambahkan, memadukan kekuatan cerita, pengalaman autentik, dan komitmen terhadap keberlanjutan yang membuat pihaknya yakin pariwisata dan budaya Indonesia akan memiliki daya tarik yang kuat, tidak hanya di mata wisatawan, tetapi juga di hati mereka.

"Karena pada akhirnya, yang diingat wisatawan bukanlah seberapa banyak tempat yang mereka datangi, tetapi seberapa dalam mereka terhubung dengan cerita dari tiap sudut Nusantara," tutupnya. (Gabriel Bobby)

Artikel Lainnya

Banner of PATA - Left Side
Banner of PATA - Right Side